I. Pendahuluan
Ilmu kimia adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang memiliki konsep-konsep yang bersifat abstrak. Beberapa peneliti mengidentifikasikan bahwa ilmu kimia dianggap sebagai subjek abstrak dan sulit untuk dipelajari oleh banyak siswa ( nieswandt, et. al. Dalam Onder & Geban, 2006:166). Adanya alasan sulitnya konsep kimia adalah kurangnya pemahaman konsep kimia secara utuh. Padahal dalam tujuan pengajaran kimia adalah untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman konsep-konsep. Maka dari itu, pentingnya menemukan pembelajaran kimia yang dapat mendukung belajar bermakna ( Onder & Geban, 2006:166).
Pembelajaran di Indonesia umumnya menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia. Hal ini menyebabkan munculnya kejenuhan siswa dalam belajar kimia. Dengan demikian belajar seperti itu menyebabkan siswa tidak mampu menerapkan konsep-konsp kimia dalam kegiatan sehari-harinya, apalagi memiliki kompetensi yang diharapkan dalam standar isi KTSP ( BSNP, 2006).
Untuk mencapai paradigma baru dalam belajar kimia, yaitu memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk menguasai kimia dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan kimia tersebut ( Gallanger dalam Liliasari, 2007). Agar siswa dapat menggunakan pengetahuan kimianya mereka perlu belajar berpikir kimia. Hal ini menyebabkan pembelajaran kimia di Indonesia perlu diperbaharui modusnya agar dapat membekali setiap siswa dengan keterampilan berpikir dari mempelajari kimia menjadi berpikir melalui kimia, dan ditingkatkan lagi menjadi berpikir kimia. Dengan demikian tujuan utama dari belajar kimia adalah agar siswa memiliki kemampuan berpikir dan bertindak berdasarkan kemampuan kimia yang dimilikinya, atau lebih dikenal sebagai keterampilan generik kimia ( Liliasari, dkk. 2007).
Untuk dapat meningkatkan kemampuan tersebut, suatu model ataupun pendekatan baru perlu diterapkan agar pembelajaran kimia menjadi lebih menarik dan mudah untuk dipahami. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran inquiri Silver. Model pembelajaran inquiri silver ini mampu meningkatkan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan keterampilan generik yang ia miliki. Pembelajaran inkuiri model Silver ini, dimulai dengan memberikan situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, siswa melakukan pengamatan secara individu (jika belajar klasial), atau kelompok (jika belajar dalam grup), terhadap permasalahan yang diberikan.
Wardani (2009, h.195) menemukan bahwa penggunaan pembelajaran inkuiri Silver Grup lebih mengembangkan kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah matematika pada siswa kelompok yang kurang. Dalam hal ini penulis ingin menerapkan pembelajaran inkuiri silver grup pada mata pelajaran kimia di SMA untuk meneliti pengembangan keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan inkuiri silver grup dibandingkan dengan inkuiri model lain.
Salah satu konsep kimia adalah sifat koligatif larutan, satandar kompetensi yang harus dicapai dalam materi ini adalah memahami sifat koligatif larutan elektrolit dan non-elektrolit, dengan kompetensi dasar yaitu menjelaskan penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, tekanan osmotik dan membandingkan sifat koligatif larutan elektrolit dengan larutan non-elektrolit yang konsentrasinya sama berdasarkan hasil percobaan. sifat koligatif larutan merupakan konsep yang bersifat abstrak sehingga untuk memahaminya dibutuhkan pemahaman-pemahaman prasyarat. Sehingga sebagian besar siswa sulit dalam mempelajari sifat koligatif larutan. Hal ini disebabkan karena siswa harus memiliki kemampuan prasyarat yang banyak sebelum mempelajari materi ini, dan kurangnya siswa dalam mengolah informasi mengenai konsep yang telah mereka dapat.
Dari uraian tersebut, maka penulis dalam hal ini merasa perlu dilakukannya penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Inquiri model Silver untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains siswa pada sub materi Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik Beku Larutan Elektrolit”.
II. Pembelajaran Inquiri model silver
Pembelajaan inkuiri model Silver adalah pembelajaran yang meliputi tugas dan aktivitas pemecahan masalah (problem solving) dan pengajuan masalah (problem posing) (wardani, 2009).
a. Problem Posing.
Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448).
Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).
Sedangkan menurut Silver (1996) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.
Menurut Aurebach (Sarah Nixon, 1996 : 2) problem posing memiliki 5 tahapan yaitu : 1). Pemberian masalah, 2). menggambarkan atau menjabarkan masalah, 3) menemukan masalah, 4) Mendiskusikan masalah dan 5) diskusi alternatif.
b. Problem Solving.
Secara bahasa, problem dan solving berasal dari bahasa Inggris. Problem artinya masalah, sementara solving (kata dasarnya to solve) bermakna pemecahan. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving yaitu:
1. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.( Mufida.com. 2010: 1).
Solusi soal pemecahan masalah dapat diperoleh melalui beberapa tahapan- tahapan atau langkah-langkah. Polya (1981). mengemukakan bahwa solusi soal pemecahan masalah memuat empat tahapan atau langkah penyelesaian yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) membuat rencana pemecahan (divising a plan), 3) melakukan perhitungan (carrying out the plan), dan 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.
Pembelajaran inkuiri mempunyai kekuatan dan kelemahan. Dari pendapat beberapa ahli dapat dikemukakan kekuatan dan kelemahan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:
a. Dapat mengembangkan seluas-luasnya cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan/memproses keterangan.
b. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat mengembangkan pendidikan demokrasi.
Sedangkan kelemahan pembelajaran inkuiri adalah:
a. Tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan inkuiri, terutama siswa berkemampuan kurang.
b. Relatif lebih banyak membutuhkan waktu.
Walaupun mempunyai kelemahan, namun kelemahan dalam pembelajaran inkuiri ini dapat diatasi dengan mengkondisikan kelas menjadi kelompok- kelompok kecil. Dengan membuat kelompok yang kooperatif diharapkan pembelajaran lebih efektif. Siswa berkemampuan kurang dapat dibantu oleh siswa lain dalam kelompoknya yang berkemampuan baik atau cukup
III. Aplikasi dan Pembahasan
Silver (1994) mengemukakan bahwa pengajuan masalah dan pemecahan masalah penting dalam disiplin matematika dan hakekat dari cara berpikir matematika, karena dalam suatu kegiatan pengajuan masalah siswa memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengidentifikasi situasi masalah yang ada dan memunculkan permasalahan yang baru atau kombinasi dari masalah yang sudah ada. Sedangkan melalui kegiatan pemecahan masalah, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang tingkatannya lebih tinggi. Kemampuan ini akan diperoleh, jika siswa dapatmenyelesaikan permasalahan yang tidak rutin yang memuat tuntutan berbagai kemampuan berpikir termasuk yang tingkatannya lebih tinggi Pembelajaran inkuiri model Silver diawali dengan memberikan situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan keingintahuan siswa. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, siswa melakukan pengamatan secara individu (jika belajar klasikal) atau kelompok (jika belajar dalam grup) terhadap permasalahan yang diberikan. Dari hasil pengamatan Wardani (2009), siswa dituntut mengajukan permasalahan atau pertanyaan dari masalah yang ada dan berbagi dengan temannya. Selanjutnya mereka dapat memberikan jawaban sementara dari permasalahan-permasalahan yang diajukan oleh guru atau siswa. Siswa saling berdiskusi dan mengidentifikasi beberapa kemungkinan jawaban dan menguji jawaban yang benar. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara. Setelah menyelesaikan suatu masalah, siswa atau guru dapat mengajukan kembali suatu masalah baru dari masalah yang ada. Siswa dapat menggali lebih dalam permasalahan baru yang muncul, kemudian menyelesaikannya. Demikian seterusnya sampai siswa dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam mengembangkan kemampuan pemahaman dan pelaran logis matematiknya.
Wardani (2009, h.11) menyatakan bahwa untuk melihat kekuatan pembelajaran inkuiri model Silver, pelaksanaan pembelajaran ini dapat diberikan pada dua kelompok siswa yaitu kelompok siswa yang belajar secara grup (kelompok kecil kooperatif antara 4-5 siswa), dan kelompok siswa yang belajar secara klasikal. Ruseffendi (1991, h.334) menyatakan bahwa belajar dengan inkuiri dapat dilakukan dengan kelompok atau sendiri-sendiri. Selain itu beberapa karakteristik pembelajaran inkuiri model Silver, seperti melakukan eksplorasi, beraktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah dapat dilakukan dan lebih dipahami jika belajar secara grup/kelompok.
Berikut ini aplikasi penerapan pembelajaran inkuiri nmodel silver dalam kegiatan belajar mengajar:
Indikator Silabus | Indikator KGS | Langkah pembelajaran Inkuiri model Silver |
| Melakukan pengamatan tak langsung | Siswa diberikan permasalahan awal terkait tentang materi yang akan dipelajari berupa wacana. (Kegiatan pengamatan) |
§ Mengamati penurunan titik beku suatu zat cair akibat penambahan zat terlarut melalui percobaan § Mengamati kenaikan titik didih suatu zat cair akibat penambahan zat terlarut melalui percobaan | Melakukan pengamatan langsung | Siswa melakukan pengamatan dan pengumpulan data serta informasi baru untuk kemudian di analisa. (Pengajuan masalah/ perumusan masalah)/ Problem Possing |
§ Menjelaskan pengertian sifat koligatif larutan non elektrolit (hukum Roulth) dan larutan elektrolit | Membangun konsep | Siswa memahami permasalahan yang diberikan untuk kemudia mencari solusi yang tepat terhadap permasalahan tersebut. (Problem solving) |
Indikator Silabus | Indikator KGS | Langkah pembelajaran Inkuiri model Silver |
§ Menghitung penurunan titik beku larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan data percobaan § Menghitung kenaikan titik didih larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan data percobaan | Menerapkan dan menyusun Pemodelan matematik
| Siswa melakukan perhitungan terhadap permasalahan yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan perhitungan matematik. (Menguji jawaban) |
§ Menganalisis diagram PT untuk menafsirkan penurunan tekanan uap, penurunan titik beku dan kenaikan titik didih larutan
| Menggunakan bahasa simbolik | Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk melakukan diskusi terhadap masalah lain serta solusi-solusi yang telah mereka dapatkan. (Diskusi) |
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktik. Edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Brady. James E., (1999). Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Edisi kelima jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara
Brotosiswoyo, B.S., dkk.. (2001). Hakekat pembelajaran MIPA di perguruan tinggi, jakarta:PAU-PPAI
Depdiknas. 2010. Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat jendral pendidikan dasar dan menengah
Joyce, B., & Weil, M. (1980). Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Liliasari, et.al. (2007). Scientific Concept and Generic Science Skill Relationship in the 21st Century Science Education. Bandung: SPS UPI
Onder & Geban. 2006. ThE Effect of Conceptual Change Texts oriented Intruction on Student’s Understanding of The Solubility Equilibrium Concept. Ankara: Haccetepe Universitesi Journal of Education. Vol.30. 166-177.
Polya, G. (1981). Mathematical discovery on understanding, learning, and teaching problem solving. New York: John Wiley & Sons.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Silver, E.A. (1994). On Mathematical Problem Posing. For The Learning of Mathematics. 14. No 1.
Suherman, E dkk.. (2001). Startegi Pembelajaran Matematika Komtemporer. JICA. UPI Bandung.
Wardani, S. (2009). Pembelajaran Inkuri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi UPI: Tidak diterbitkan.